Sabtu, 20 Desember 2014

Alhamdulillah acara Seminar Nasional dengan tema "Tantangan dan Peluang Ekonomi Islam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015" terselenggara dengan baik dan lancar. Acara ini menghadirkan tiga pembicara yakni Ibu Hendri Saparini, Ph.D yang menyampaikan materi tentang Dampak MEA bagi Indonesia, H. Dwi Condro Triono, SP., M.Ag., Ph.D dengan tema Pandangan Islam terhadap MEA, dan Ir. H. M. Ismail Yusanto, MM. yang menyampaikan Peluang dan Tantangan MEA 2015.

Peserta yang hadir di acara Seminar Nasional kali ini kurang lebih 250 peserta, mereka tampak antusias dan sangat khidmat dalam menyimak materi dari pembicara. Terbukti dengan adanya beberapa penanya dengan pertanyaan yang berbobot. 

Semoga Seminar Nasional ini, dapat memberikan manfaat bagi seluruh peserta yang hadir serta masyarakat. Harapannya pula, dengan adanya seminar ini, kita sebagai muslim paham dengan fakta yang terjadi saat ini dan memahami bagaimana sikap kita sebagai seorang muslim dan agen of change. Selain itu, kita menjadi lebih paham bahwa satu-satunya solusi atas permasalah ekonomi adalah dengan diterapkannya Sistem Ekonomi Islam yang mampu mensejahterakan ummat manusia.

Terimakasih kami sampaikan kepada:
1. Ketua STEI Hamfara
2. Ketua Prodi Keuangan dan Perbankan Syariah STEI Hamfara
3. Ketiga Pembicara Seminar Nasional
4. Semua Pihak yang berkontribusi dalam acara ini
5. Panitia Seminar Nasional
6. Seluruh peserta yang hadir dalam acara Seminar Nasional

Kurang lebihnya, kami Keluarga Besar IMKPS STEI Hamfara mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya.


Materi acara Seminar Nasional Ekonomi Islam Akhir Tahun "Tantangan dan Peluang Ekonomi Islam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015"

Hendri Saparini, Ph.D  Download Here

H. Dwi Condro Triono, SP., M.Ag., Ph.D Downoad Here

Ir.H.M. Ismail Yusanto, MM Download Here



PERS RELEASE
SEMINAR NASIONAL “TANTANGAN & PELUANG EKONOMI ISLAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015”
Yogyakarta, 21Desember 2015

            Dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015 mendatang, berbagai upaya dilakukan oleh negara-negara ASEAN untuk menghadapi MEA 2015. Kesepakatan ini dimulai dengan disahkannya Deklasari Bangkok tahun 1967 yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan pengembangan budaya.
            Indonesia sebagai salah satu dari Negara ASEAN perlu untuk melakukan persiapan untuk menghadapi MEA. Indonesia dengan berbagai potensi yang dimilikinya harus mampu bersaing dengan Negara-negara ASEAN lainnya agar tidak kalah bersaing dengan Negara ASEAN lainnya. Indonesia yang kaya akan sumber daya alam, kaya akan budaya dan keanekaragaman hayatinya serta dengan jumlah penduduk yang terbesar ini patut untuk disyukuri. Potensi inilah yang hendaknya bisa dimaksimalkan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
            Akan ada berbagai tantangan dan peluang yang akan dihadapi oleh rakyat Indonesia. Seperti masuknya produk-produk asing yang akan bersaing dengan produk-produk dalam  negeri, masuknya investasi asing ke dalam negeri dapat menjadi suntikan modal ataupun bisa saja menjadi ancaman bagi Indonesia. Disamping itu persaingan antar tenaga kerja juga tidak terhindarkan. Para tenaga professional akan lebih diutamakan dibandingkan dengan tenaga kerja tidak terdidik. dan berbagai peluang dan tantangan lainnya.
            Indonesia telah menyiapkan bebagai upaya dalam rangka menghadapi MEA 2015. Hal ini tercantum dalam MP3EI (Master plan  Percepatan, Perluasan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia). Salah satu upayanya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi melalui adanya UMKM, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan lain sebagainya.
            Namun bagaimana Islam memandangnya? Apakah MEA 2015 akan mampu mensejahterakan rakyat? Dan bagaimana solusi dari Ekonomi Islam dalam  menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015?
            Atas dasar itulah, Ikatan Mahasiswa prodi Keuangan & Perbankan Syariah (I’MKPS) STEI Hamfara akan menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “Tantangan & Peluang Ekonomi Islam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015”.
            Kegiatan nasional ini akan dilaksanakan pada hari minggu tanggal 21 Desember 2015 di Gedung Erlangga, Jl. Gedong Kuning No. 132, Kotagede Yogyakarta. Pembicara yang akan hadir yakni Dr. Hendri Saparini (Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Pakar Masyarakat Ekonomi Syariah & Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia); H. Dwi Condro Triono, SP., M.Ag., Ph.D (Pakar Ekonomi Islam, Dosen Pasca Sarjana IAIN Surakarta); dan Ir. H. M Ismail Yusanto, MM (Pakar Ekonomi Islam , Ketua STEI Hamfara Yogyakarta).
            Kegiatan ini diketuai oleh Muhammad Amin dan penanggung jawab dari pelaksanaan seminar nasional ini adalah M. Nur Fadhil Ismail selaku Ketua I’MKPS STEI Hamfara Yogyakarta.
         Yogyakarta, 20 Desember 2015
                                                           

                                                                                                Tim Media

Dokumentasi





Rabu, 16 April 2014

Krgiatan Divisi Kajian

Galeri kegiatan Divisi Kajian HMPS STEI Hamfara
Studium Generale



Bedah Buku
Seluk Beluk Jual Beli Murabahah Perspektif Aplikatif

Jumat, 28 Februari 2014

Perbedaan Bunga, Bagi Hasil dan Margin

Apa sih perbedaan antara bunga, bagi hasil, dan margin???
Yang jelas ketentuan syariah Islam mengharamkan bunga, dan menghalalkan bagi hasil juga margin.
Untuk mengetahui perbedaannya secara lehih jelas berikut dalam tabel perbedaan bunga, bagi hasil, dan margin.

Sabtu, 22 Februari 2014

Pengertian dan Hukum Riba

Pengertian Riba
Secara literal, riba bermakna tambahan (al-ziyadah)[1]. Sedangkan menurut istilah; Imam Ibnu al-‘Arabiy mendefinisikan riba dengan; semua tambahan yang tidak disertai dengan adanya pertukaran kompensasi[2]. Imam Suyuthiy dalam Tafsir Jalalain menyatakan, riba adalah tambahan yang dikenakan di dalam mu’amalah, uang, maupun makanan, baik dalam kadar maupun waktunya[3]. Di dalam kitab al-Mabsuuth, Imam Sarkhasiy menyatakan bahwa riba adalah al-fadllu al-khaaliy ‘an al-‘iwadl al-masyruuth fi al-bai’ (kelebihan atau tambahan yang tidak disertai kompensasi yang disyaratkan di dalam jual beli). Di dalam jual beli yang halal terjadi pertukaran antara harta dengan harta. Sedangkan jika di dalam jual beli terdapat tambahan (kelebihan) yang tidak disertai kompensasi, maka hal itu bertentangan dengan perkara yang menjadi konsekuensi sebuah jual beli, dan hal semacam itu haram menurut syariat.[4]

Hukum Riba
Seluruh ‘ulama sepakat mengenai keharaman riba, baik yang dipungut sedikit maupun banyak. Seseorang tidak boleh menguasai harta riba; dan harta itu harus dikembalikan kepada pemiliknya, jika pemiliknya sudah diketahui, dan ia hanya berhak atas pokok hartanya saja.

Al-Quran dan Sunnah dengan sharih telah menjelaskan keharaman riba dalam berbagai bentuknya; dan seberapun banyak ia dipungut. Allah swt berfirman;

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبا لا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. [TQS Al Baqarah (2): 275].

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. [TQS Al Baqarah (2): 279].
Di dalam Sunnah, Nabiyullah Mohammad saw

دِرْهَمُ رِبَا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ زِنْيَةً

“Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah riba), maka itu lebih berat daripada enam puluh kali zina”. (HR Ahmad dari Abdullah bin Hanzhalah).

الرِبَا ثَلاثَةٌَ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ, وَإِنَّ أَرْبَى الرِّبَا عَرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمَ

“Riba itu mempunyai 73 pintu, sedang yang paling ringan seperti seorang laki-laki yang menzinai ibunya, dan sejahat-jahatnya riba adalah mengganggu kehormatan seorang muslim”. (HR Ibn Majah).

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّباَ وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ, وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ

“Rasulullah saw melaknat orang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Belia bersabda; Mereka semua sama”. (HR Muslim)

Di dalam Kitab al-Mughniy, Ibnu Qudamah mengatakan, “Riba diharamkan berdasarkan Kitab, Sunnah, dan Ijma’. Adapun Kitab, pengharamannya didasarkan pada firman Allah swt,”Wa harrama al-riba” (dan Allah swt telah mengharamkan riba) (Al-Baqarah:275) dan ayat-ayat berikutnya. Sedangkan Sunnah; telah diriwayatkan dari Nabi saw bahwasanya beliau bersabda, “Jauhilah oleh kalian 7 perkara yang membinasakan”. Para shahabat bertanya, “Apa itu, Ya Rasulullah?”. Rasulullah saw menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari peperangan, menuduh wanita-wanita Mukmin yang baik-baik berbuat zina”. Juga didasarkan pada sebuah riwayat, bahwa Nabi saw telah melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya”.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]…Dan umat Islam telah berkonsensus mengenai keharaman riba.”[5]

Imam Nawawiy di dalam Syarah Shahih Muslim juga menyatakan bahwa kaum Muslim telah sepakat mengenai keharaman riba jahiliyyah secara global[6].Mohammad Ali al-Saayis di dalam Tafsiir Ayaat Ahkaam menyatakan, telah terjadi kesepakatan atas keharaman riba di dalam dua jenis ini (riba nasii’ah dan riba fadlal). Keharaman riba jenis pertama ditetapkan berdasarkan al-Quran; sedangkan keharaman riba jenis kedua ditetapkan berdasarkan hadits shahih[7]. Abu Ishaq di dalam Kitab al-Mubadda’ menyatakan; keharaman riba telah menjadi konsensus, berdasarkan al-Quran dan Sunnah[8].

[1] Imam Thabariy, Tafsir al-Thabariy, juz 6, hal. 7
[2] Imam Ibnu al-‘Arabiy, Ahkaam al-Quran, juz 1, hal. 321
[3] Imam Suyuthiy, Tafsir Jalalain, surat al-Baqarah:275
[4] al-Mabsuuth, juz 14, hal. 461; Fath al-Qadiir,juz 15, hal. 289
[5] Imam Ibnu Qudamah, Al-Mughniy, juz 4, hal. 25
[6] Imam Nawawiy, Syarh Shahih Muslim, juz 11, hal. 9
[7] Mohammad Ali al-Saayis, Tafsiir Ayat al-Ahkaam, juz 1, hal. 162
[8] Abu Ishaq, al-Mubadda’, juz 4, hal. 127

 
Hak Cipta hanya milik Allah SWT | Editor by Haris Rosyadi - |