Kamis, 13 Juni 2013

Bolehkah menggabungkan beberapa akad dalam satu akad?


Salah satu kasus yang sering terjadi dalam kegiatan bisnis adalah penyatuan beberapa transaksi dalam satu paket yang tidak dipisah-pisahkan. Contohnya, sebuah perusahaan memberi pinjaman modal kepada para peternak ayam, dengan ketentuan, peternak harus membeli bibit dan pakan dari perusahaan tersebut. Di samping itu, setelah panen, peternak juga harus menjual ayamnya kepada perusahaan yang sama. Maka, dalam kasus ini ada empat akad yang diikat menjadi satu: akad pinjam-meminjam modal (hutang); akad jual-beli bibit; akad jual-beli pakan; dan akad jual-beli ayam. Dalam hal ini, penerimaan terhadap ketiga akad yang terakhir merupakan syarat dari akad yang pertama. Dengan kata lain, jika peternak tidak mau terikat dengan perusahaan dalam membeli bibit, membeli pakan dan menjual ayamnya, maka perusahaan tidak akan memberikan pijaman modalnya. Contoh lain, pengelola gedung pertemuan mengatakan, “harga sewa gedung ini Rp. 5 juta sehari dengan syarat konsumsi peserta dipesankan dari perusahaan catering kami, jika tidak maka sewanya Rp. 7 juta”. Di sini akad sewa gedung dengan harga Rp. 5 juta disyaratkan dengan akad jual-beli makanan, sehingga ada dua akad yang disatukan. Inilah yang disebut oleh ulama kontemporer dengan istilah al-‘aqd al-murakkab atau akad ganda.



Hukum transaksi dengan akad ganda

Mengikat dua akad atau lebih dalam satu transaksi hukumnya haram. Keharaman ini dinyatakan oleh jumhur (mayoritas) ulama dari kalangan hanafiyah, syafi’iyah dan hanabilah.Dalil pengharamannya adalah hadits dari Abu Hurairah ra yang berkata:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ

Rasulullah saw melarang dua jual-beli dalam satu jual-beli” (HR. An Nasa’i)

Juga apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud ra yang berkata:

نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنْ صَفْقَتَيْنِ فِيْ صَفْقَةٍ وَاحِدَةٍ

Rasulullah saw melarang dua akad dalam satu akad” (HR. Ahmad)

As Sarkhosi (hanafiyah) dalam Al Mabsuth menyatakan: “Jika dua orang bersepakat untuk membagi sebuah rumah (dengan jual-beli) dengan syarat salah satu dari keduanya bisa memiliki rumah temannya seharga seribu dirham, maka pembagian dengan syarat seperti itu batal, karena di dalamnya terdapat pengertian jual-beli, sementara jika (jual-beli) ini menjadi syarat bagi jual-beli (yang lain) maka ia akan membatalkannya, disebabkan adanya larangan dari Nabi saw. terhadap dua transaksi dalam satu transaksi.

An Nawawi (Syafi’iyah) dalam Al Majmu’ mencontohkan praktek dua transaksi dalam satu transaksi, “seseorang berkata, “aku jual barang ini dengan harga sekian asalkan engkau mau menjual rumahmu kepadaku dengan harga sekian”.

Sementara itu dalam kitab Madzhab Hambali, Al Mughni, dinyatakan: Apabila penjual berkata, “aku jual (barang ini) kepadamu dengan harga sekian asalkan aku boleh membeli rumahmu dengan harga sekian”, maka jual-beli tersebut tidak terakadkan, demikian juga jika ia membelinya menggunakan emas dengan syarat bisa membeli beberapa dirham darinya dengan suatu transaksi shorf (tukar uang) yang dia sebutkan.” Ibnu Qudamah menjelaskan: “maka (dalam contoh ini) terjadilah dua jual-beli dalam satu jual-beli. Ahmad berkata: kami sependapat dengan pandangan ini. Abu Hurairah telah berkata: “Rasulullah saw melarang dua jual-beli dalam satu jual-beli”, hadits ini dikeluarkan oleh At Tirmidzi dan dia mengatakan, “(hadits ini) hasan shohih“. Hadits serupa diriwayatkan juga dari Abdullah bin Umar dari Nabi saw. Hukum yang sama berlaku bagi semua akad yang semakna, misalnya penjual berkata “aku jual rumahku ini kepadamu dengan syarat kamu mau membeli rumahku yang lain dengan harga sekian, atau dengan syarat engkau menjual rumahmu kepadaku, atau dengan syarat engkau mau memperkerjakanku dengan gaji sekian, atau dengan syarat engkau mau menikahkanku dengan putrimu, atau dengan syarat engkau mau menikahi putriku, atau yang semisalnya. Semua itu tidak sah. Ibnu Mas’ud berkata,”dua akad dalam satu akad adalah riba”, ini adalah pendapat Abu Hanifah, Asy Syafi’i dan mayoritas ulama.”



Kesimpulan

Setiap akad yang mensyaratkan akad yang lain, seperti jual-beli yang mensyaratkan ijaroh, pinjam-meminjam yang mensyaratkan sewa-menyewa, hibah yang mensyaratkan pernikahan, dan lain sebagainya, maka hukumnya haram, karena merupakan dua akad yang digabung dalam satu akad yang dilarang oleh Rasulullah saw. Wallahu a’lam

0 komentar:

Posting Komentar

 
Hak Cipta hanya milik Allah SWT | Editor by Haris Rosyadi - |