Salah
satu kasus yang sering terjadi dalam kegiatan bisnis adalah penyatuan beberapa
transaksi dalam satu paket yang tidak dipisah-pisahkan. Contohnya, sebuah
perusahaan memberi pinjaman modal kepada para peternak ayam, dengan ketentuan,
peternak harus membeli bibit dan pakan dari perusahaan tersebut. Di samping
itu, setelah panen, peternak juga harus menjual ayamnya kepada perusahaan yang
sama. Maka, dalam kasus ini ada empat akad yang diikat menjadi satu: akad
pinjam-meminjam modal (hutang); akad jual-beli bibit; akad jual-beli pakan; dan
akad jual-beli ayam. Dalam hal ini, penerimaan terhadap ketiga akad yang
terakhir merupakan syarat dari akad yang pertama. Dengan kata lain, jika
peternak tidak mau terikat dengan perusahaan dalam membeli bibit, membeli pakan
dan menjual ayamnya, maka perusahaan tidak akan memberikan pijaman modalnya.
Contoh lain, pengelola gedung pertemuan mengatakan, “harga sewa gedung ini Rp.
5 juta sehari dengan syarat konsumsi peserta dipesankan dari perusahaan
catering kami, jika tidak maka sewanya Rp. 7 juta”. Di sini akad sewa gedung
dengan harga Rp. 5 juta disyaratkan dengan akad jual-beli makanan, sehingga ada
dua akad yang disatukan. Inilah yang disebut oleh ulama kontemporer dengan
istilah al-‘aqd al-murakkab atau akad ganda.
Hukum
transaksi dengan akad ganda
Mengikat
dua akad atau lebih dalam satu transaksi hukumnya haram. Keharaman ini
dinyatakan oleh jumhur (mayoritas) ulama dari kalangan hanafiyah, syafi’iyah
dan hanabilah.Dalil pengharamannya adalah hadits dari Abu Hurairah ra yang
berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ
“Rasulullah saw melarang dua jual-beli dalam satu jual-beli” (HR. An
Nasa’i)
Juga
apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud ra yang berkata:
نَهَى رَسُولُ اللهِ
صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنْ صَفْقَتَيْنِ فِيْ صَفْقَةٍ وَاحِدَةٍ
“Rasulullah saw melarang dua akad dalam satu akad” (HR. Ahmad)
As
Sarkhosi (hanafiyah) dalam Al Mabsuth menyatakan: “Jika dua orang bersepakat
untuk membagi sebuah rumah (dengan jual-beli) dengan syarat salah satu dari
keduanya bisa memiliki rumah temannya seharga seribu dirham, maka pembagian
dengan syarat seperti itu batal, karena di dalamnya terdapat pengertian
jual-beli, sementara jika (jual-beli) ini menjadi syarat bagi jual-beli (yang
lain) maka ia akan membatalkannya, disebabkan adanya larangan dari Nabi saw.
terhadap dua transaksi dalam satu transaksi.
An
Nawawi (Syafi’iyah) dalam Al Majmu’ mencontohkan praktek dua transaksi dalam
satu transaksi, “seseorang berkata, “aku jual barang ini dengan harga sekian
asalkan engkau mau menjual rumahmu kepadaku dengan harga sekian”.
Sementara
itu dalam kitab Madzhab Hambali, Al Mughni, dinyatakan: Apabila penjual
berkata, “aku jual (barang ini) kepadamu dengan harga sekian asalkan aku boleh
membeli rumahmu dengan harga sekian”, maka jual-beli tersebut tidak terakadkan,
demikian juga jika ia membelinya menggunakan emas dengan syarat bisa membeli
beberapa dirham darinya dengan suatu transaksi shorf (tukar uang) yang dia
sebutkan.” Ibnu Qudamah menjelaskan: “maka (dalam contoh ini) terjadilah dua
jual-beli dalam satu jual-beli. Ahmad berkata: kami sependapat dengan pandangan
ini. Abu Hurairah telah berkata: “Rasulullah saw melarang dua jual-beli dalam
satu jual-beli”, hadits ini dikeluarkan oleh At Tirmidzi dan dia mengatakan,
“(hadits ini) hasan shohih“. Hadits serupa diriwayatkan juga dari Abdullah bin
Umar dari Nabi saw. Hukum yang sama berlaku bagi semua akad yang semakna,
misalnya penjual berkata “aku jual rumahku ini kepadamu dengan syarat kamu mau
membeli rumahku yang lain dengan harga sekian, atau dengan syarat engkau
menjual rumahmu kepadaku, atau dengan syarat engkau mau memperkerjakanku dengan
gaji sekian, atau dengan syarat engkau mau menikahkanku dengan putrimu, atau
dengan syarat engkau mau menikahi putriku, atau yang semisalnya. Semua itu
tidak sah. Ibnu Mas’ud berkata,”dua akad dalam satu akad adalah riba”, ini
adalah pendapat Abu Hanifah, Asy Syafi’i dan mayoritas ulama.”
Kesimpulan
Setiap
akad yang mensyaratkan akad yang lain, seperti jual-beli yang mensyaratkan
ijaroh, pinjam-meminjam yang mensyaratkan sewa-menyewa, hibah yang mensyaratkan
pernikahan, dan lain sebagainya, maka hukumnya haram, karena merupakan dua akad
yang digabung dalam satu akad yang dilarang oleh Rasulullah saw. Wallahu a’lam
Pos By : Utd Titok Priastomo
0 komentar:
Posting Komentar